Nabi Hud merupakan keturunan Sam bin Nuh (cucu Nabi Nuh ) dari suku ‘Ad suku yang hidup di Arab, di suatu tempat bernama Al-Ahqaf yang terletak di utara Hadramaut antara Yaman dan Oman. Mereka adalah kaum penyembah berhala bernama Shamud, Shada, dan al-Haba. Sebagaimana dengan kaum Nabi Nuh , kaum Hud, iaitu suku ‘Ad tidak mengenal Allah sebagai Tuhannya. Mereka membuat patung-patung yang diberi nama Shamud dan Alhattar dan itu yang disembah sebagai tuhan mereka yang menurut kepercayaannya dapat memberi kebahagiaan, kebaikan dan keuntungan serta dapat menolak kejahatan, kerugian dan segala musibah.
Baca: Kisah Nabi Idris dalam Al Quran (Surah Maryam)
Nabi Hud memulakan dakwahnya dengan menarik perhatian kaumnya suku ‘Ad kepada tanda-tanda wujudnya Allah yang berupa alam sekitar mereka dan bahawa Allah-lah yang menciptakan mereka semua dan mengurniakan mereka dengan segala kenikmatan hidup. Dia-lah yang seharusnya mereka sembah dan bukan patung-patung yang mereka buat sendiri. Diterangkan oleh Nabi Hud bahawa dia adalah pesuruh Allah yang diberi tugas untuk membawa mereka ke jalan yang benar, beriman kepada Allah yang menciptakan mereka serta menghidupkan dan mematikan mereka, memberi rezeki atau mencabutnya dari mereka. Ia tidak mengharapkan upah dan menuntut balas jasa atas usahanya memimpin mereka ke jalan yang benar. Ia hanya menjalankan perintah Allah dan memperingatkan mereka bahwa jika mereka tetap menutup telinga dan mata mereka, mengingatkan perihal kaum Nabi Nuh yang ditimpa azab Allah serta meminta mereka untuk berhenti dari menyembah berhala.
- Kisah Nabi Yusuf Dicampak ke dalam Perigi
- Kisah Nabi Yunus Ditelan Ikan Nun
- Kisah Nabi Sulaiman dan Ratu Balqis
- Kisah Nabi Musa – Wafat & Tampar Malaikat
- Kisah Nabi Isa – Detik Kelahiran
Bagi kaum ‘Ad, seruan dan dakwah Nabi Hud itu merupakan sesuatu yang tidak pernah mereka dengar ataupun duga. Mereka melihat bahawa ajaran yang dibawa oleh Nabi Hud itu akan mengubah cara hidup mereka dan membongkar peraturan dan adat istiadat yang telah mereka kenal dan warisi dari nenek moyang mereka. Mereka tercengang dan merasa hairan bahwa seorang dari suku mereka sendiri telah berani berusaha merombak tatacara hidup mereka dan menggantikan agama dan kepercayaan mereka dengan sesuatu yang baru yang mereka tidak kenal dan tidak dapat mengerti dan diterima oleh akal fikiran mereka.
Pembalasan Tuhan terhadap kaum ‘Ad yang kafir dan tetap membangkang itu diturunkan dalam dua tahap. Tahap pertama berupa kekeringan yang melanda ladang dan kebun mereka. Dalam keadaan demikian Nabi Hud masih berusaha meyakinkan mereka bahawa kekeringan itu adalah suatu permulaan seksaan dari Allah yang dijanjikan dan bahwa Allah masih memberi kesempatan kepada mereka untuk sedar akan kesesatan dan kekafiran mereka dan kembali beriman kepada Allah dengan meninggalkan persembahan mereka yang batil untuk kemudian bertaubat dan memohon ampun kepada Allah agar segera hujan turun kembali dan menghindari mereka dari bahaya kelaparan yang mengancam. Akan tetapi mereka tetap tidak mudah percaya dan menganggap janji Nabi Hud itu adalah janji kosong. Mereka bahkan pergi menghadap berhala-berhala mereka memohon perlindungan dari musibah yang mereka hadapi.
Kemudian tanda-tanda datangnya azab Allah SWT mulai bermunculan. Diawali dengan kemarau panjang yang ditimpakan kepada mereka sehingga membuat banyak kerugian bagi Kaum ‘Ad. Kekeringan terjadi di mana-mana, mereka mengalami gagal hasil menuai, dan sumber air mereka mulai kering.Di tengah-tengah musibah yang melanda Kaum ‘Ad, Nabi Hud A.S kembali memperingatkan mereka untuk memohon ampunan kepada Allah SWT.
“Dan (dia berkata): “Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertaubatlah kepada-Nya, nescaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras atasmu, dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu, dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa”. – Hud:52
Baca: Soal Jawab Azan: Adakah Sah Solat Tanpa Azan dan Iqamat?
Kehancuran yang kedua dijelaskan di dalam ayat berikut:
“Adapun kaum ‘Ad maka mereka telah dibinasakan dengan angin yang sangat dingin lagi amat kencang , yang Allah menimpakan angin itu kepada mereka selama tujuh malam dan delapan hari terus-menerus; maka kamu lihat kaum ‘Ad pada waktu itu mati bergelimpangan seperti batang-batang pohon kurma yang telah kosong (lapuk).” – Al-Haqqah: 6-7.